KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT. Atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mafia
Pajak Di Indonesia” Yang merupakan salah satu tugas kelompok yang diberikan
Dosen mata kuliah “Perpajakan” di
semester III.
Dalam Makalah ini kami membahas
tentang mafia pajak di Indonesia yang menjadi salah satu pembahasan yang sangat
menarik untuk di bahas dalam mata kuliah “Perpajakan”.
Dalam menyelesaikan makalah ini.
Kelompok kami banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu,dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Bapak Annas L. Mappiasse, S.E, M.si Selaku
Dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas mengenai “Mafia Pajak Di Indonesia” sehingga pengetahuan kami makin
bertambah dan hal ini sangat bermanfaat bagi kami di kemudian hari.
2.
Pihak-pihak
yag tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah turut membantu sehingga
makalah ini dapat dislesaikan dengan baik dan tepat pada waktuya.
Kami menyadari bahwa penyusunan
makah ini sangat jauh dari kesampurnaan, namun demikian telah memberikan
manfaat bagi kami . Akhir kata berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang
hati.
Makassar, 28
Oktober 2011
Kelompok
IV
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar
Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah........................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah..................................................................................
1
C.
Tujuan......................................................................................................
1
D. Manfaat.................................................................................................... 1
D. Manfaat.................................................................................................... 1
BAB
II MAFIA PAJAK DI INDONESIA
A.
Beberapa
Defenisi Mafia
Pajak............................................................. 2
B.
Contoh
Kasus-Kasus Mafia Pajak Di Indonesia................................. 4
C.
Faktor
Maraknya Mafia Pajak Di Indonesia....................................... 6
D.
Dampak Mafia
Pajak Terhadap Perekonomian Indonesia................. 7
E.
Strategi
Mengatasi Mafia Pajak di Indonesia...................................... 8
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan..............................................................................................
12
B.
Saran........................................................................................................
12
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Melihat
kemampuan mahasiswa dalam mengumpulkan referensi materi kuliah yang kurang
maksimal. Dan sebagai latar belakang utama yaitu melihat keadaan perekonomian
yang tidak stabil karena banyaknya kasus perpajakan yang terutama pada mafia
pajak. Yang simpan siur ditengah masyarakat karena kurangnya pemahaman akan
pajak dan terkhusus mafia pajak.
2.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun
rumusan masalah dalam susunan makalah ini yaitu :
1.
Apa
sebenarnya mafia pajak itu ?
2.
Kasus-kasus
mafia pajak yang ada di Indonesia
3.
Apa dampak
mafia pajak terhadap perekonomian Indonesia ?
4.
Apa Strategi
Mengatasi Mafia Pajak di Indonesia ?
3.
TUJUAN
Adapun
tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Diharapkan
mahasiswa dapat mengerti tentang mafia pajak
2.
Mahasiswa
diharapkan dapat menelaah kasus-kasus mafia pajak yang terjadi di Indonesia
3.
Mahasiswa
diharapkan dapat ikut berpikir tentang strategi mengatasis mafia pajak
4.
MANFAAT
Yang menjadi manfaat yang akan di
capai dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mahasiswa
mampu menjadi penengah di tengah masyarakat dalam mengurangi kesalahpahaman dan
salah tafsir masyarakat dalam kasus mafia pajak
2.
Mahasiswa
diharapkan dapat ikut berperan serta dalam mencari solusi mafia pajak
BAB II
MAFIA PAJAK DI INDONESIA
A.
Beberapa
Defenisi Mafia Pajak
Tapi apa sebetulnya pengertian mafia? Ternyata mafia
itu berasal dari bahasa Italia, mereka menyebutnya dengan istilah “Mafioso”
untuk menunjukkan kelompok-kelompok yang melakukan kejahatan. Entah apa
kaitannya dengan memberi nama itu, padahal arti mafia dalam bahasa Italia itu adalah
“Pria Terhormat.”
Apakah karena memakai arti “Pria Terhormat” maka
organisasi dan kelompok-kelompok kejahatan di negeri ini lantas berlomba-lomba
menjadi Mafia atau minimal berlagak seperti mafia? Banyak kita temukan
pelaku kejahatan di negeri ini yang akhirnya disepakati penulisan nama atau
keompok mereka oleh media cetak dengan tulisan kata sandang “Mafia.” Bahkan
media eloktronik pun tidak segan-segan menyebutkan seseorang -dalam narasi
beritanya- dengan memberi lebel “Mafia” kepada pelaku kejahatan dalam berita
atau informasinya.
Selama ini kita mengenal adanya berbagai Mafia di
negeri kita. Beberapa kelompok yang kita kenal dan familiar dalam pendengaran
kita antara lain adalah :
·
Mafia Kayu.
Untuk memberi lebel atau prediket kepada para pelaku kejahatan di bidang kayu
dan perusak hutan ilegal loging atau pelaku ilegal logging.
·
Mafia Bandar
Psikotropika. Untuk memberi prediket kepada pelaku kejahatan dalam
perederan ganja, heroin, shabu-shabu, mariyuana, opium dan sebagainya.
·
Mafia Pajak.
Untuk memberi prediket kepada para pelaku kejahatan di bidang penggelapan
pajak.
·
Mafia
Peradilan. Untuk memberi prediket kepada para pelaku kejahatan di bidang proses
di pengadilan.
·
Mafia Hukum.
Untuk memberi prediket kepada para pelaku kejahatan di bidang penegakan hukum.
·
Mafia PNS.
Untuk memberi prediket kepada calo penerimaan Pegawai Negeri Sipil.
·
Mafia Sex.
Untuk memberi prediket kepada penyedia birahi dan pemuas syahwat.
·
Mafia Tanah
atau rumah. Untuk memberi prediket kepada agen atau calo jual beli rumah,
bangunan atau tanah bodong alias bermasalah.
·
Mafia
Senjata, Mafia Impor barang, Mafia Minyak Tanah, Mafia Tabung Elpiji,
Mafia Sepakbola, Mafia bandit pembunuh dan sebagainya.
Yang terkini kita temukan dengan
nyata adanya mafia atau calo pembuat Paspor. Sebetulnya ini bukan temuan baru
karena calo yang membantu pembuatan paspor memang sudah ada sejak dulu kala.
Mereka malah bekerja secara terbuka untuk membantu calonnya yang mengatakan
keinginannya untuk disiapkan paspor dengan cara cepat, mudah walau sedikit
mahal.
Dan dalam kamus “Oxford Advance Learner
Dictionary” adalah a secret organization of criminal. Memang mafia di
negeri asalnya adalah organisasi yang bersifat rahasia dari para kriminalis.
Tetapi kata mafia sekarang sudah berubah maknanya. Bukan hanya sekedar
organisasi yang menghimpun para kriminalis, akan tetapi juga mereka yang
menggunakan mafia kerah putih. Jika mafia dahulu selalu dikaitkan dengan kriminalis
hitam, seperti perampokan, penjarahan, kekerasan actual dan sebagainya, akan
tetapi sekarang mafia sudah memasuki dunia lain, yaitu tindakan koruptif,
nepotisme dan kolusi.
Dewasa ini yang ramai dibicarakan
adalah mafia hukum atau yang lebih spesifik mafia pajak. Tentu saja hal ini
dikaitkan dengan kasus Gayus Tambunan yang melakukan tindakan koruptif dan
kolutif terkait dengan pembayaran pajak. Pegawai yang hanya bergolongan III ini
ternyata memiliki property yang jauh di atas rata-rata PNS. Dan melalui
tindakannya yang melawan hukum tersebut, maka kasus mafia pajak terkuak secara
transparan.
Sebagai kesimpulan bahwa mafia pajak
dapat didefinisikan sebagai semua tindakan oleh prorangan atau kelompok yang
terencana untuk kepentingan tertentu yang mempengaruhi penegak hukum dan
pejabat publik yang menyimpang dari ketentuan hukum yang ada.
B.
Contoh
Kasus-Kasus Mafia Pajak di Indonesia
Dari sekian kasus yang membelit
negeri ini, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus korupsi yang
sedang mewabah di semua kalangan saat ini. Dari sejak dahulu, Departemen yang
satu ini memang terkenal sarat dengan permainan antara para pegawai yang
terkait dengan para wajib pajak sehingga menyebabkan berkurangnya rasa percaya
masyarakat terhadap departemen ini atau bahkan sudah menjalar ke rasa tidak
percaya kepada pemerintah. Hal ini membuat masyarakat enggan untuk taat
membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara yang
baik.Berikut ini adalah contoh beberapa kasus pajak yang sering terjadi di
sekitar kita :
Ø Kasus 1
Harus diakui bahwa banyak orang
asing yang mempunyai properti di Bali. Baik itu berupa hotel, home stay, villa,
dll. Untuk menghindari besarnya pajak yang harus mereka bayar, tidak sedikit
para pemilik yang warga negara asing tersebut melakukan transaksi di luar
negeri untuk para tamu yang akan menginap. Jadi setelah terjadi kesepakatan
rates kamar, para calon tamu akan melakukan pembayaran berupa transfer ke
rekening bank di luar negeri milik owner dari tempat mereka akan menginap, Jadi
pada saat mereka sampai di Bali tidak terjadi lagi transaksi pembayaran
sehingga para pemilik tidak mempunyai bukti transaksi untuk diperlihatkan
kepada petugas pajak. Hal ini bisa mengurangi jumlah pajak pendapatan yang
harus mereka bayar kepada pemerintah.
Ø Kasus 2
Bagi para pengusaha eksport barang
berbahan dasar kayu, pemerintah Indonesia telah mewajibkan untuk memiliki
sertifikat BRIK dan ETPIK yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Selain
digunakan untuk memvalidasi jumlah kayu yang digunakan juga digunakan sebagai
salah satu syarat dokumen eksport sehingga pemerintah bisa memantau berapa
jumlah eksport yang dilakukan untuk mengetahui besarnya pajak yang harus
dibayar para pengusaha. Namun, tidak sedikit pengusaha yang menyewa kedua
dokumen tersebut (bahkan dokumen eksport yang lain) untuk menghindari membayar
pajak kepada pemerintah. Dengan menyewa dokumen dari perusahaan lain (bahkan
disinyalir ada perusahaan yang khusus menyewakan dokumen-dokumen eksport),
semua transaksi eksport tidak bisa dipantau oleh pemerintah sehingga para
pengusaha bisa terlepas dari kewajiban membayar pajak.
Ø Kasus 3
Pada tahun 2008 yang lalu pemerintah
mempunyai program sunset policy bagi para wajib pajak.Sunset Policy bisa
dibilang sebagai pengampunan dari pemerintah terhadap para wajib pajak yang
dianggap kurang taat. Pengampunan itu bisa berupa penghapusan sanksi
administrasi yang berupa bunga dan sanksi administrasi atas pajak yang kurang
atau tidak dibayar. Tidak sedikit pengusaha yang memanfaatkan kesempatan ini
untuk mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Seperti kasus Gayus, wajib pajak
bekerjasama dengan pegawai pajak untuk membuat laporan fiktif atas besarnya
pajak yang belum dibayar. Bagi perusahaan besar dengan asset yang besar pula
tentu mempunyai kewajiban membayar pajak yang tidak bisa dibilang sedikit.
Sehingga besarnya "pengampunan" yang mereka terima dari pemerintah
juga jumlahnya besar. Hal ini tidak bisa dibenarkan karena telah menyalahi
fungsi dari sunset policy itu sendiri.
Ø Kasus 4
Bila kita pernah bekerja di
perusahaan perseorangan yang dikelola dengan manajemen yang kurang baik,
pembuatan laporan keuangan ganda sudah merupakan hal yang biasa terutama pada
perusahaan dagang. Jadi, pegawai bagian accounting / keuangan dituntut untuk
membuat laporan keuangan ganda yang bertujuan untuk menghindari atau
memperkecil besarnya nilai pajak yang harus dibayar. Laporan keuangan yang
sesungguhnya disimpan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi dan laporan
keuangan yang fiktif disiapkan sedemikian rupa untuk laporan pajak. Hal ini
berlaku juga untuk semua data penjualan yang berada di komputer kantor.
Biasanya para pemilik akan kelabakan bila petugas pajak melakukan verifikasi /
pengecekan di lapangan. Hal seperti ini sangatlah tidak terpuji mengingat
slogan pemerintah "orang bijak taat pajak".
C.
Faktor
Maraknya Mafia Pajak di Indonesia
Perkembangan mafia pajak di Indonesia di sebabkan oleh beberapa faktor yang
sangat berpengaruh terhadap maraknya mafia pajak di Indonesia, yaitu sbagai
berikut :
v Pertama sekali sebabnya tidak lain adalah karena lemahnya pemahaman tentang
pemahaman mafia. Mafia lebih didiskripsikan kepada
yang hanya bersifat ekonomi. Kita jarang terpancing dengan mengaggap sangat
reaktif jika ada pelanggaran secara kolektif dan terorganisir kepada hal-hal di
luar persoalan ekonomi. Padahal sebagaimana disebut di atas, banyak bidang yang
menjadi sasaran kerja para mafia, sehingga apapun hal-hal yang merugikan
masyarakat secara simultan dan sistematis serta terus menerus menimbulkan
kerugian moral dan meterial masyarakat pantas dan layak disebut MAFIA,
walaupun pengeertian Mafia itu sendiri ternyata sangat menarik (maka perlu
diberi pengertian yang leboh buruk harusnya).
v Lemahnya ketegasan pihak yang seharusnya memberi perlindungan kepada obyek
dan subyek eksploitasi para mafia itu sendiri. Lemahnya
posisi dan perhatian para pelindung dan pengayom ini diketahui dan dipelajari
dengan baik sekali oleh para mafia. Mereka bersedia melakukan apa saja untuk menyenangkan
hati para penentu kebijakan dan kondisi agar tugas dan program para mafia dapat
berjalan dengan normal bahkan berjalan seolah-olah dengan benar karena
telah dikondisikan benar oleh pemilik kekuasaan dan eksekutor.
v Tidak ada upaya menangkap dan memberangus mafia yang telah melakukan
kejahatan di bidang apapun. Meskipun telah terlihat dengan
nyata dan terang benderang bahwa kelompok atau individu tersebut memang
melakukan pelanggaran yang merugikan negara dan bangsa secara sistematis.
v Adanya perlindungan di balik layar kepada para mafioso (Mafia) oleh
penguasa yang merasa mampu melidungi mafia dan organisasinya (The Goodfather). Ini terjadi
karena ada kesepakatan yang menggiurkan antara ke dua belah dalam menjalan
simbiosis mutualisme untuk mendukung dan menjaga kebutuhan masing-masing.
v Terjadinya proses demoralisasi mental dan integritas petugas yang
seharusnya menegakkan peraturan dan perundangan secara murni dan konsekwen. Jika
dikembangkan masalah ini dari sisi finansial, penyebab lanjutnya adalah masalah
pendapatan yang rendah atau tidak mencukupi kebutuhan petugas itu sendiri.
D.
Dampak Mafia
Pajak Terhadap Perekonomian Indonesia
Jangan harap negara akan maju dan diuntungkan selama
konsep mafia ini masih dengan mudah diadopsi oleh petugas maupun sebagian warga
masyarakat yang terlanjur terjebak dalam konsep atau oranisasi berorientasi
kepada sistem mafia.
Konsekwensi logisnya adalah terjadi dekadensi moral
dan kepercayaan terhadap produk hukum apapun yang ada di dalam negara. Hukum
dan Undang-undang hanya hisapan jempol belaka. Proses sidang hanya dianggap
lelucon biasa. Ancaman maysarakat pecinta idealisme dalam menegakkan hukum
hanya dianggap guyonan belaka. Bahkan ketukan palu di pengadilan pun dianggap
sandiwara biasa.
Selanjutnya tentu berdampak kepada melunturnya
integritas bangsa. Lunturnya nilai-nilai ini adalah sebuah era malapetaka yang
amat berbahaya dalam menentukan jati diri bangsa di masa yang akan datang.
Semua generasi bangsa seolah-olah lucu dan asing jika ada yang masih ada
meneriakkan penegakan hukum. Kebenaran menjadi nisbi. Kesalahan menjadi hal
yang biasa. Perbuatan melanggar hukum dianggap jagoan. Apalagi yang terjadi
setelah ini? Tidak ada lagi…Tidak ada lagi yang dapat dikatakan selain
siap-siap kembalinya sejarah perjalanan negara dan bangsa ini mundur beberapa
langkah atau beberapa dekade menjadi negeri Rimba alias tak memiliki kemampuan
melindungi dan menjalankan produk hukumnya. Negara dan bangsa akan dililit oleh
masalah demi masalah, problem demi problem akibat pihak idelisme beradu
pendapat dengan kelompok foluntir dan melidungi mafia dan organisasinya.
E.
Strategi
Mengatasi Mafia Pajak di Indonesia
Tekad Komisi pemerintah, dan seluruh pihak untuk mencegah dan memberantas mafia
pajak harus dilakukan dengan strategi implementasi yang baik,teratur,dan
terukur.
Jika dilakukan dengan publikasi bombastis untuk
menyudutkan kelompok politik tertentu,yang akan terjadi adalah seperti
sekarang, penyidikan tak kunjung menyentuh kasus pokok, sedangkan data dan
fakta mafia hukum diduga telah disembunyikan atau dihilangkan pihak-pihak
terkait.Yang mengemuka malah terkesan pertengkaran yang tidak perlu,yang
ironisnya bisa jadi disengaja untuk memperkeruh proses investigasi. Strategi
yang baik itu sangat penting disusun karena mafia pajak telah menggurita
terlalu luas ke segala sektor, termasuk aparat birokrasi.Terkait hal ini,
Kapolri Jenderal Timur Pradopo patut diapresiasi karena jujur mengakui
keberadaan mafia hukum pada institusi yang dipimpinnya.
Pengakuan Kapolri pada rapat kerja (raker) Komisi III
DPR itu adalah titik terang untuk keberhasilan penegakan hukum pada kasus-kasus
perpajakan,korupsi,rekayasakasus, dan sebagainya. Kejahatan mafia pajak memang
sudah menjadi terlalu besar karena diduga mengakibatkan hilangnya potensi
penerimaan negara sekurang-kurangnya Rp200- 300 triliun/tahun. Perkiraan
konservatif ini masih mengasumsikan pembayaran pajak dengan metode
self-assessment (menghitung sendiri), dan belum didasari prediksi jika negara
telah memiliki basis data pembayar pajak dan potensi penerimaan negara secara
lengkap, rinci,dan akurat.
Namun, niat mulia penegakan hukum perlu dibarengi
dengan ikhtiar menjaga perekonomian negara, iklim investasi, dan pertumbuhan
ekonomi untuk membuka lebih banyak lapangan kerja. Bagaimanapun pajak adalah
sumber penerimaan negara terbesar sehingga penegakan hukum di bidang pajak
harus seelok mungkin. Seperti terlihat dari Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2010
tentang APBN Tahun Anggaran 2011, dari total penerimaan negara lebih dari
Rp1.104,9 triliun, sebanyak Rp850,255 triliun berasal dari penerimaan pajak
atau sekitar 77%.
Selain itu, kegiatan ekonomi yang menghasilkan
penerimaan pajak terbesar juga merupakan sumber penerimaan negara dari pos
penerimaan negara bukan pajak (PNBP),terutama pertambangan migas, emas, perak,
tembaga, nikel, batubara, dan sebagainya. Total PNBP pada APBN Tahun 2011
dianggarkan sebesar Rp250,9 triliun atau hampir 23%. Sisanya, 0,3% dari hibah.
Kepercayaan
Jika penegakan hukum berlangsung dengan adil dan
baik,potensi penerimaan negara akan meningkat antara Rp200-300 triliun per
tahun.Jumlah ini jauh lebih besar dari belanja pemerintah pusat pada
Kementerian Pendidikan Nasional, apalagi jika dibanding kementerian/ lembaga
lain seperti TNI,Polri, bahkan DPR RI se-kalipun.
Mengapa penerimaan negara justru meningkat jika
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan hukum ditegakkan? Selama
ini patut diduga sebagian dari potensi penerimaan negara telah dikeluarkan oleh
para pembayar pajak, namun tidak disetorkan kepada negara.Sebagian yang lain
memang secara sengaja tidak dibayarkan dengan benar dengan berbagai modus
seperti transfer pricing, pelaporan keuangan yang tidak menggambarkan kondisi
riil, selisih kurs dengan kurs yang sebenarnya, hingga rekayasa dalam klaim
kelebihan pembayaran dan restitusi pajak.Karena aturan perpajakan cukup rumit
dan menyulitkan banyak orang, patut diduga pegawai pajak (fiscus) berperan
besar dalam melakukan rekayasa.
Selain itu, penegakan hukum perpajakan juga akan
membuat kepercayaan publik dan dunia usaha meningkat kepada pemerintah dan
aturan hukum di Indonesia. Sepanjang penegakan hukum itu tidak tebang pilih,
menerapkan asas kesamaan di mata hukum, dijalankan sesuai prosedur dan hukum
acara yang berlaku,semua pelaku usaha akan memilih menaati aturan hukum.
Bagaimanapun kesengajaan membayar pajak dengan tidak benar akan merusak
reputasi bisnis, padahal kepercayaan adalah modal pertama dan modal utama dalam
berusaha.Masalahnya,ketika mereka dipersulit dalam proses pembayaran pajak,
atau malah didorong membayar dengan tidak benar, dan itu berlaku umum, sangat
wajar mereka akan “bermain aman”.
Para pembayar pajak sebenarnya pasti senang jika
metode pembayaran mudah, dihitung dengan tepat dan dibayarkan kepada negara
untuk mengatasi masalah-masalah pelik kita, mulai dari kemiskinan,
pengangguran, ketertinggalan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan,
bantuan hukum bagi yang tidak mampu,hingga peningkatan kemampuan menjaga
kedaulatan dan keamanan dalam negeri. Penegakan hukum yang baik justru
menciptakan kepastian hukum. Padahal, kepastian hukum inilah yang selalu
dikeluhkan investor, bahkan menjadi kendala utama pembukaan investasi baru atau
peningkatan investasi lama di Indonesia.Karena itu,publik harus yakin penegakan
hukum di bidang pajak tidak akan mengguncang republik ini,alih-alih justru
kegiatan ekonomi dan investasi akan meningkat, sekaligus mendongkrak penerimaan
negara.
Jebakan Retorika
Ironisnya, kita tidak hidup di dunia retorika dan
wacana.Pidato, penerbitan inpres pemberantasan mafia dan sejenisnya,
penyelidikan dan penyidikan, baik pada penyidik pegawai negeri sipil perpajakan
maupun penyidik kepolisian, kejaksaan dan nanti KPK, hingga proses pengadilan,
baik pengadilan pajak maupun pengadilan di bawah lingkungan Mahkamah Agung, dan
berbagai langkah konvensional lainnya,telah dikeluhkan tidak berhasil
melemahkan mafia perpajakan. Hukum baru berhasil menyentuh pelaku lapangan.
Itu pun bukan pada kasus-kasus utama yang menjadi
sumber kerugian negara terbesar dan meresahkan masyarakat. Penegakan hukum
belum menyentuh para penyelenggara negara dan para pengambil keputusan. Karena
itu, proses penegakan hukum harus dibarengi dengan langkah-langkah luar biasa.
Dalam hal ini,Komisi III dan Komisi XI DPR RI telah menjalankan fungsi
pengawasannya. Jika kedua komisi ini dapat bersinergi,apalagi bila DPR RI dapat
menyetujui pembentukan panitia khusus untuk penyelidikan (angket) kasus-kasus
perpajakan dan pemberantasan mafia perpajakan, dapat diyakini akan mendorong
seluruh institusi hukum dan instansi perpajakan bekerja dengan baik dan
profesional.
Penggunaan hak angket yang dilandasi Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD tidak perlu dicurigai
berkepentingan politik praktis, dalam arti pergantian kekuasaan negara, tapi
harus diarahkan untuk dapat menyelidiki jaringan kejahatan perpajakan, bahkan
dapat membongkar beberapa bos dari segala bos mafia perpajakan. Soalnya,Pasal
77 ayat 3 UU No 27/2009 menegaskan hak angket adalah untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang,yang dalam kasus ini
antara lain pelaksanaan paket UU Perpajakan, UU Pengadilan Pajak,UU KUHAP, UU
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, dan sebagainya.
Sementara objek pemeriksaan tidak sematamata atau
tidak mengharuskan pada presiden,tapi bisa saja cukup untuk wakil presiden,
para menteri, dan para penyelenggara negara yang dimaksud dalam Pasal 2 UU No
28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi,
dan Nepotisme. Dalam konteks penyelidikan mafia perpajakan,itu berarti dapat
memanggil pejabat eselon I perpajakan. Mafia perpajakan tidak akan mungkin
dihadapi oleh prosedur hukum formil yang biasa, tapi harus didukung oleh
kekuasaan negara.
Bayangkan,sekurang-kurangnya ada 12 titik rawan
penyalahgunaan kewenangan di bidang perpajakan seperti temuan rekanrekan Komisi
XI DPR.Titik-titik rawan tersebut adalah proses pemeriksaan, penuntutan di
kejaksaan, oknum pengadilan pajak,keberatan pajak, persidangan di pengadilan
negeri,rekayasa akuntansi, banding pajak, komunikasi antara wajib pajak dan
konsultan pajak, pemanfaatan berbagai fasilitas pajak dan pembebasan pajak (tax
holiday), pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak,permainan oknum
pegawai dan pejabat pajak, serta pemanfaatan aturan-aturan perpajakan.
Titik rawan lain yang dapat ditambahkan adalah
kerumitan pengurusan besar pajak dan metode penghitungan, ambiguitas kewenangan
pengadilan perpajakan antarapengadilanpajakdanbadanbadan peradilan di
lingkungan Mahkamah Agung, ketiadaan kontrol melekat atau supervisi rutin
terhadap pekerjaan aparat pajak, kelemahan basis data pemerintah, ketiadaan
nomor induk kependudukan tunggal, dan sebagainya. Lemahnya pengawasan internal
dan ketiadaan pengawasan eksternal perpajakan juga menjadi sumber masalah
sehingga perlu dipikirkan perubahan undang-undang dan sistem negara untuk
memisahkan lembaga yang mengurusi penerimaan negara dengan bendahara negara
yang merangkap kasir penggunaan anggaran negara.
Namun, semua
persoalan dan kerangka solusi di atas akan mandek manakala persoalan luar biasa
ini dicoba diselesaikan dengan cara-cara biasa, apalagi berbau politis dan
sentimen pribadi. Sekaranglah waktunya bagi semua pihak untuk bersikap
negarawan dengan meletakkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar